Rabu, 19 Januari 2011

Bolehkah Menikahi Anak Tiri Ayah?

Boleh ia menikah dengan anak perempuan yang merupakan rabibah (anak tiri/anak istri) ayahnya tersebut. Boleh bagi anak laki-laki suami menikah dengan rabibah ayahnya.
Yang menjadi kaidah di sini, pernikahan yang diharamkan dalam hubungan mushaharah atau hubungan yang terjalin karena pernikahan seorang pria dengan seorang wanita adalah ushul dan furu’ [1] istri bagi si suami secara khusus dan tidak bagi kerabat suami [2]. Demikian pula ushul dan furu’ suami menjadi haram untuk menikahi si istri secara khusus dan tidak haram untuk menikahi kerabat si istri. Akan tetapi, tiga golongan darinya, diharamkan dengan semata-mata akad, sedangkan satu golongan lagi harus disertai dengan dukhul [3], dengan perincian sebagai berikut:
- ushul suami haram bagi istri dengan akad
- furu’ suami haram bagi istri dengan akad
- ushul istri haram bagi suami dengan akad
- furu’ istri haram bagi suami dengan akad berikut dukhul.
Yang dimaksud ushul istri adalah ibunya, nenek-neneknya dan terus ke atas. Sedangkan furu’-nya adalah putrinya, cucu-cucu perempuannya dari anak-anak laki-lakinya, dan terus ke bawah. Sementara ushul suami adalah ayahnya, kakek-kakeknya dan terus ke atas. Sedangkan furu’-nya adalah putranya, cucu-cucu laki-lakinya dari anak-anak laki-lakinya dan terus ke bawah.
Untuk lebih memperjelas permasalahan ini, kita berikan contoh berikut ini:
Apabila seorang lelaki (sebutlah B, –pent.) menikah dengan seorang wanita yang bernama Zainab dan si Zainab punya ibu bernama Asma`. Maka Asma` haram dinikahi oleh si B (menantunya/suami dari anak perempuannya) dengan semata-mata akadnya dengan Zainab, karena Asma` termasuk ushul Zainab.
Apabila Zainab ketika menikah dengan si B, sudah mempunyai anak perempuan bernama Fathimah, maka Fathimah haram dinikahi si B (suami ibunya) apabila si B/ayah tirinya tersebut telah dukhul dengan ibunya. Maksudnya, ayah tirinya telah “bergaul” dengan ibunya.
Namun bila si ayah tiri menceraikan ibunya sebelum menggaulinya, maka Fathimah halal dinikahi oleh mantan ayah tirinya. Sedangkan Asma`, si nenek (ibu dari Zainab) tetap tidak halal dinikahi.
Bila si B memiliki ayah bernama Abdullah dan anak laki-laki bernama Abdurrahman, maka Abdullah haram menikah dengan menantunya (istri si B yaitu Zainab sebagaimana contoh di atas, pent.) dengan semata-mata akad (antara si menantu dengan B, putranya, tanpa persyaratan dukhul, pent.). Demikian pula yang berlaku bagi Abdurrahman. Ia haram menikah dengan istri ayahnya (Zainab) dengan semata-mata akad (antara si B ayahnya dengan Zainab/ibu tirinya, pent.). Namun boleh bagi Abdurrahman menikah dengan Fathimah putri Zainab, karena yang diharamkan bagi ushul dan furu’ suami adalah si istri secara khusus, dan tidak haram bagi kerabat-kerabat istri. Dan boleh bagi Abdullah, ayah si B, untuk menikah dengan Asma`, mertua si B (ibu Zainab).
Yang menjadi dalil dalam hal ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلاَ تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ‏‎ ‎آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ‏‎ ‎مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ‏‎ ‎فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ‏‎ ‎سَبِيلاً. حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ‏‎ ‎أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ‏‎ ‎وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ‏‎ ‎وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ‏‎ ‎وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ‏‎ ‎وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي‎ ‎أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ‏‎ ‎مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ‏‎ ‎نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ‏‎ ‎اللاَّتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ‏‎ ‎نِسَائِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُمْ‏‎ ‎بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا‎ ‎دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ‏‎ ‎عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ‏‎ ‎أَبْنَائِكُمُ وَحَلاَئِلُ‏‎ ‎أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ‏‎ ‎أَصْلاَبِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا‎ ‎بَيْنَ اْلأُخْتَيْنِ إِلاَّ مَا‎ ‎قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللهَ كَانَ‏‎ ‎غَفُورًا رَحِيمًا
“Janganlah kalian menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayah-ayah kalian (ibu tiri) kecuali pada masa yang telah lampau (sebelum datangnya larangan ini)….” (An-Nisa`: 22-23)
Pelarangan dalam ayat di atas ditujukan kepada furu’ suami, haram bagi si anak laki-laki untuk menikahi istri ayahnya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ
“(Janganlah kalian menikahi) … ibu dari istri (mertua) kalian.”
Yang dimaukan di sini adalah ushul istri, haram dinikahi oleh si suami.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي‎ ‎حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ‏‎ ‎اللاَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ‏‎ ‎فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ‏‎ ‎بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
“(Janganlah kalian menikahi)… putri-putri dari istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri. Tetapi jika kalian belum mencampuri istri tersebut (dan sudah berpisah dengan kalian) maka tidak berdosa kalian menikahi putrinya.”
Yang ditujukan di sini adalah furu’ istri, haram dinikahi oleh si suami.
Sedangkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ‏‎ ‎وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ‏‎ ‎الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ
“Diharamkan pula bagi kalian menikahi istri-istri anak kandung kalian (menantu).”
Pelarangan ditujukan kepada ushul suami, haram bagi seorang ayah menikahi istri anaknya.
Boleh bagi seorang lelaki menikahi seorang wanita sementara ayah si laki-laki menikahi putri si wanita, karena furu’ istri hanya haram bagi suami, tidak bagi kerabat suami. Dan boleh seorang lelaki menikahi seorang wanita, sementara ayahnya menikahi ibu si wanita. Wallahu a’lam bish-shawab. (Durus wa Fatawa fil Haramil Makki, hal. 1041-1042)

2 komentar:

  1. Bab menikah dengan anak tiri kenapa plin plan disitu kan jelas Maksud ucapan sayidina ali menikahlah dengannya anak tiri maksudnya..kenapa dilarikan ke hadis yg lain jelas rosululoh mengharamkan dan tidak mau menikahi karena yg akan dinikahi rosululoh anak dari saudara sesusu rosuloloh dulu..tpi kalau anak tiri kan beda bung karena tidak sedarah atau sesusu apalagi setelah ibunya diceraikan atau meninggal dan tidak dlm asuhannya..kalau ada yg mengatakan tidak boleh jujur saya meragukan dgn alasan2nya yg gak masuk akal ..logikanya anak tiri boleh dinikahi asalkan ibunya blum disetubuhi kira2 alasan ini masuk akal ga menurut anda .secara logika kalau sudah dianggap anak tiri berarti sibapa tiri statusnya sudah pasti menikah dong dengan ibunya .kalau yg namanya sudah menikah ya logikanya masa gak disetubuhi sih kan ngawur banget..kalau ada orang yg menikah tpi tdk menyetubuhi istrinya orang ini perlu kita pertanyakan normal atau tidak karena buat apa mengusahakan pernikahan tpi tdk disetubuhi .tolong para ulama jangan menafsirkan ayat dengan sepotong2 karena sayidina ALi termasuk 10 sahabat yg dizamin masuk syurga yg keimanananya tdk perlu kita ragukan lg karena beliau langsung dididik dan digembleng oleh nabi yg nasabnya langsung tersambung kpd nabi sehingga ketika ada sesuatu perkara yg samar beliau langsung ijtihad(rujukan) kpd nabi.sedangkan kita yg ilmu agamanya blum sebanding dgn beliau bahkan zaman kita dgn nabipun sangat jauh sekali sehingga berani berseberangan pendapat dgn beliau padahal beliau membolehkan asal dgn catatan 2 perkara diatas..bedanya ulama skrg dgn dlu zaman beliau sangat jauh contohnya ketika ada perkara2 yg samar kita mencari jawaban dgn ijtihad alquran hadis karena ketika kita mencari di alquran dan hadis kita tidak mendapat mendapat jawaban yg betul2 benar dan memuaskan sehingga munculah kias atau ijma tetapi kalau mereka para sahabat2 dahulu ketika ada perkara2 samar mereka langsung berijtihad(rujuk) kepada rosululoh ..jadi tolong beri alasan yg masuk akal dan tidak berseberangan sehingga dien islam ini tidak terpecah belah hanya karena masing2 ingin benar dgn pendapatnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang menghalalkan / membolehkan menikahi anak tiri yang ibunya telah dicerai qablad dukhul itu ayat al-Qur'an, bukan hadis...Coba ente buka lagi kitab2nya. Lalu...Ente kok memaknai ijtihad sama dengan rujuk kpd Rasulullah. Selain itu Kok Ente membuat definisi sendiri berbeda dgn ulama-ulama ushul fiqh...

      Hapus