Rabu, 19 Januari 2011

Pernikahan dan Perbudakan

Assalamu’alaykum Wr. Wb.
“Kawinkanlah orang-orang yg sendirian di antara kamu dan orang-orang yg patut dari hamba sahayamu. Jika mereka miskin maka Allah akan memampukan mereka dgn karunia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui.”
“Hendaklah orang-orang yg belum mampu kawin bersabar sampai Allah memampukan mereka dgn karunia-Nya. Dan orang-orang yg mencari ketetapan dari yg dimiliki tata hukummu hendaklah kamu buat perjanjian dgn mereka jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka dan berilah mereka dari harta yg Allah berikan padamu.
Janganlah kamu memaksa yg termasuk tata hukummu utk melakukan pelacuran sedang mereka sendiri mengingini kesucian hanya krn kamu hendak mencari keuntungan duniawi.
Dan barangsiapa yg memaksa mereka maka sesungguhnya Allah sesudah pemaksaan itu adl Pengampun dan Penyayang”.
Hamba sahaya pada ayat 24:32 ialah para pekerja yg sudah memilikipersyaratan utk menikah secara garis hukum Islam hamba sahaya berbeda dgn budak.
Istilah “AIMAAN” berarti “TATA HUKUM” dapat dilihat pada ayat 4/3 4/36 5/89 6/109 9/12 16/38 16/71 16/92 16/94 24/33 35/42 66/2 68/39 dan lain-lain yaitu ketentuan hukum yg berlaku dalam kehidupan maka ketentuan hukum yg berlaku dalam Islam disebut “AIMAN” begitupula ketentuan hukum yg berlaku dalam keluarga krn terikat oleh pernikahan.
Oleh sebab itu MAA MALAKAT AIMAANUKUM berarti “siapa yg dimiliki tata hukummu” krn terikat oleh pernikahan. Namun jangan memaksa siapapun yg termaktub dalam tata hukum kita tersebut utk menikah. Tetapi apabila dia dipaksa juga maka Allah akan memberikan keampunan-Nya tentang paksaan menikah itu.
Pada ayat 24/33 tersebut dapat dilihat adanya kebebasan berpikir ataumemiliki pertimbangan bagi anggota keluarga utk menentukan pasangan hidupnya masing-masing.
“Jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil pada anak-anak yatim maka nikahilah yg baik bagimu dari perempuan dua tiga dan empat. Namun bila kamu cemas tidak dapat berlaku adil maka satu saja atau yg dimiliki tata hukummu . Yang demikian itu adl lbh dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Masalah poligami yg di-izinkan oleh Qur’an ini seringkali disalah kaprahkan oleh para pemeluknya bahwa seorang Muslim boleh kawin sampai memiliki 4 orang istri.
Bukankah satu-satunya dalil hukum utk berpoligami dalam masyarakat Islam hanya terdapat pada ayat 4/3 yg berfungsi sampai akhir jaman sebagai hukum perlindungan dan bantuan terhadap janda beranak yatim ?
Mungkin sebaiknya kita mengkaji ulang ayat tersebut dari awal bahwa diperbolehkannya menikah lbh dari satu orang istri adl untuk keselamatan hidup anak-anak yatim atau juga utk membantu meringankan kesengsaraan janda beranak yatim.
Dalam tafsiran atau terjemahan AlQur’an seringkali kita temui pengertian dari “AIMAAN” sebagai “BUDAK” dan dgn berdalil pada 4/3 maka dikatakan bahwa orang hendaklah mengawini budak padahal dalam masyarakat Islam tiada yg dinamakan budak malah diutusnya Rasulullah Muhammad Saw salah satu fungsinya adl utk menghapuskan perbudakan mengangkat harkat dan martabat manusia menjadi sama semuanya tidak ada manusia yg lbh hina dari manusia lainnya semuanya dikembalikan pada takwa masing-masing individu.
Dikatakan pula dalam banyak tafsir ayat 4/3 tersebut bahwa orang hendaklah memakai budaknya yaitu mencabuli budaknya tanpa nikah yg mana perbuatan tersebut merupakan satu perbuatan perzinaan yg dikutuk oleh Allah Swt.
Dalam hal ini penterjemahan kata “AIMAAN” dgn pengertian BUDAK bukan saja keliru tetapi juga sudah menghina hukum Islam dalam pengertian susila dan peradaban manusia ramai.
Sesungguhnya ayat 4/3 mengandung penjelasan mengenai kehidupan janda beranak yatim. Perempuan itu hendaklah dinikahi oleh lelaki yang berkesanggupan sebagai sikap bersusila tinggi dalam sosial ekonomi masyarakat hingga dgn demikian janda beranak yatim terpelihara dari kekurangan kebutuhan hidup dari dari petualangan tanpa pelindung lahir batin sekaligus mengurangi kemungkinan terjunnya mereka kedalam lembah pelacuran.
Memang menikahi janda beranak yatim sangat berat bagi seorang laki-laki apalagi bila dia adl seorang pemuda yg belum pernah menikah sama sekali. Hal ini juga mungkin dirasakan cukup mengganggu bagi mereka yg menganggap pernikahan sebagai jalan pelepas kehendak syahwat.
Tetapi bagi lelaki yg mencapai tingkat kepribadian dan ketakwaan tinggi terhadap Allah maka menikahi janda yg memiliki anak yatimmendatangkan kebahagiaan bagi dirinya dan rumah tangganya.
Hal ini dulunya sudah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw sewaktu beliau berusia 25 tahun menurut catatan sejarah telah menikahi seorang janda berumur 40 tahun bernama Siti Khadijjah dimana pada waktu itu status Muhammad belumlah diangkat selaku Nabi namun krn kepribadian pemuda yg berjuluk Al-Amin ini yg senantiasa mengharapkan keridhoan Tuhannya maka secara tidak langsung beliau adl aplikasi nyata dari ayat 4/3 dan 24/33.
Sangat disayangkan bila kita perhatikan betapa ayat suci yg menyangkut dgn hukum pernikahan diterjemahkan orang dgn memasukkan istilah “budak” kedalamnya seolah-olah masyarakat Islam banyak memiliki budak dan mengizinkan perzinahan.
Istilah MIMMAA MALAKAT AIMAANUKUM mereka maksudkan “BUDAK-BUDAK” padahal yg dimaksud adl SIAPA YANG DIMILIKI TATA HUKUMMU krn terikat oleh pernikahan. Dalam hal ini termasuk mertua ipar anak tiri ibu kandung ibu tiri bapak kandung bapak tiri menantu anak dan cucu.
Islam mengatur dgn jelas kepada siapa-siapa saja seorang Muslim boleh melakukan pernikahannya dan begitupula sebaliknya kepada siapa-siapa saja yg tidak boleh dinikahi :
Adapun yg tidak boleh dinikahi : ********************* Perempuan musryik tidak boleh dinikahi lelaki Islam sebaliknya lelaki Musryik juga tidak boleh dinikahkan dgn perempuan Islam terdapat dalam ayat 2/221 dan 60/10.
Perempuan yg pernah jadi istri bapak kandung tidak boleh dinikahi menurut ayat 4/22.
Orang juga tidak boleh menikahi ibu kandung anak kandung saudari kandung saudari bapak kandung saudari Ibu kandung anak saudara kandung anak saudari kandung mertua anak tiri yg ibunya sudah dicampuri yg pernah jadi istri anak kandung. Juga tidak boleh menikahi dua perempuan bersaudari kandung sekaligus. Semua ini tercantum dalam ayat 4/23.
Mereka yg boleh utk dinikahi : ********************* Perempuan yg terjaga dalam pemeliharaan ibu bapaknya buka ayat 4/24
Hamba sahaya perempuan (pembantu urusan) dgn perkenan majikan atau keluarga mereka buka ayat 4/25
Perempuan dari Ahli Kitab yg menjaga kehormatannya buka ayat 5/5
Perempuan beriman yg lari dari suaminya yg kafir boleh dinikahi setelah iddahnya habis dan setelah mas kawin yg diterimanya dikembalikan kepada bekas suaminya yg kafir itu. Silahkan buka ayat 60/10.
Perempuan janda buka ayat 24/32 dan juga perempuan janda beranak yatim sebagaimana pada ayat 4/3.
Demikianlah adanya sedikit penguraian singkat seputar Pernikahan dan Perbudakan didalam Islam.
Wassalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar